![]() |
(foto : jenggot wahabi) |
Ada beberapa hadist Nabi
SAW terkait perintah untuk memelihara jenggot seperti “muliakanlah jenggot
kalian”, Potonglah kumis kalian
dan biarkan jenggot kalian, Biarkanlah
jenggot kalian menjadi banyak”.
Namun benar pula kelakar kawan saya jika jenggot
dari sejak dahulu kala juga di miliki oleh orang-orang kafir. Tarulah Abu
lahab, rabbi-rabbi yahudi yang menghukum Isa as dan banyak lagi. Hingga kawan
saya pernah berkelakar “engkau berjenggot itu mengikuti Rasulullah atau rabbi yahudi ?”. saya pun tersenyum mendengar kelakar kawan saya ini.
Tadi malam pukul 21:00 wita (11/02/15) saya mengikuti
pengajian rutin, dimana saya dan beberapa teman belajar mengaji Al Quran yang
baik dan benar. Mempelajari Makhroj, tajwid dan lain-lain. Kegiatan ini
dilaksanakan dua minggu sekali kepada seorang ustadz muda yang menurut saya
sangat berbakat dan pandai mengaji. Yang namanya ustadz
pun juga memiliki jenggot. Jenggotnya sudah cukup panjang walaupun kurang
lebat. Mungkin karena masih muda.
Seperti biasa sebelum majlis di mulai terlebih dahulu
ustadz kami memberikan wejangan terkait agama islam. Mulai dari aqidah, ibadah
dan terkadang akhlak. Wejangan kali ini di awali dengan membahas keutamaan bagi
mereka yang sering menghadiri majlis ilmu. Mulailah di ceritakan pula
kisah-kisah perjuangan para sahabat ustadz ini ketika menuntut ilmu agama pada
murabbinya. Dimana para sahabatnya rela untuk berjalan kaki hingga berjam-jam
hanya untuk menghadiri majlis ilmu yang diselenggarakan oleh Halaqah dimana
ustadz kami ini berasal. Mungkin maksud ustadz kami menceritakan kisah ini agar
kiranya saya bersama sahabat saya yang hadir dalam pengajian tersebut tidak
jenuh dalam mempelajari ilmu. Terutama ilmu agama.
Setelah menjelaskan keutamaan ilmu secara panjang
lebar, dengan mengutip beberapa buah hadits Rasulullah SAW, beliau lalu
menjelaskan aliran-aliran sesat dan sekaligus musuh islam. Salah satu aliran
sesat itu menurut ulama ustadz kami ini adalah Syiah.
Di katakana oleh ustadz kami bahwa syiah adalah ajaran
sesat dalam islam. Dan syiah bukan
bagian dari islam. Tetapi berasal dari yahudi. Saya pun tertegun dan sekaligus
penasaran apa kiranya dasar ustadz yang kami hargai ini mengeluarkan vonis yang
begitu tajam dan menyakitkan ini. Menyakitkan karena saya sedang gandrungnya
mempelajari Islam Syiah. Yah, boleh dikata saya juga telah menjadi Muslim
syiah.
Sang ustadz kembali menlanjutkan dengan tak kala
seriusnya. Jika beliau pernah membaca sebuah media (walaupun tak disebutkan
nama media dan tanggal terbit) dimana di media tersebut Ustadz dan cendikiawan dari
mazhab syiah KH. Jallaludin Rakhmat atau biasa di sapa Kang Jalal mengatakan.
Lebih tepatnya mengancam jika Indonesia akan di jadikan suriah kedua. Kita
semua tahu jika di Suriah saat ini sedang kacau balau salah satunya terjadinya
perang saudara sesama Muslim dan melawan Negara islam irak dan suriah (NIIS).
Saya pun jadi bersedih mendengar ucapan ustadz kami
ini, karena saya tahu persis jika cerita beliau mengenai Kang Jalal semuanya
fitnah. Karena kang jalal adalah cendikiawan sekaligus ulama Muslim Syiah yang
paling getol menyuarakan ukhwah antara syiah dan sunni. Dan Kang Jalal juga
untuk perdamaian dan toleransi antara sunni dan syiah beliau sudah menulis
sebuah buku yang berjudul Dahulukan Akhlak di atas Fikih yang di terbitkan oleh
Mizan pada juni 2007 dan di cetak kembali pada bulan oktober pada
tahun yang sama. Kang jalal juga selalu aktif dalam menciptakan hubungan
harmonis antara syiah dan sunni, bahkan sesame umat beragama. Islam dan non
islam.
Salah satu bukti kecil bahwa kang jalal cinta dengan
perdamaian sunni-syiah, pada pengantar edisi revisi buku Dahulukan Akhlak di Atas fikih, kang
Jalal banyak menyebutkan beberapa muktamar perdamaian Sunni-syiah yang pernah
terjadi. Mulai dari deklarasi Makkah, dimana tokoh-tokoh sunni-syiah Irak
bertanda tangan untuk menghentikan segala bentuk perpecahan dan peperangan
antara sunni dan syiah. Lebih dari sekedar bercerita tentang usaha mewujudkan
perdamaian sunni dan syiah kang jalal juga pernah terlibat langsung pada
kegiatan yang sama. Tepatnya pada 3-4 April 2007 di Istana presiden bogor para peserta konferensi
international pemimpin islam untuk rekonsiliasi irak dan bertekad untuk
mewujudkan rekonsiliasi sacara penuh bangsa muslim irak dengan mempromosikan
islam sebagai rahmatan lil’alamin (Jalalludin Rakhmat, 2007:18)
Kembali kepada ustadz kami, beliau kemudian
melanjutkan vonis sepihaknya terhadap muslim syiah dengan mengatakan bahwa “sekejam-kejam yahudi lebih kejam lagi
syiah”. Sungguh ucapan ini seharusnya tak layak keluar mulut ustadz ini.
Mungkin ustadz kami tidak sama sekali mengetahui bahwa beberapa hari yang lalu
tepatnya 28 Januari 2015 pasukan Islam
Syiah Hizbullah Lebanon telah menyerang rombongan pasukan Israel di daerah
Sheba Lebanon. Dimana pada penyerangan tersebut menewaskan 2 tentara Israel dan
melukai belasan orang. Penyergapan ini sendiri adalah sebagai balasan terhadap
terbunuhnya jenderal Iran dan anggota hizbullah di wilayah quinetra suriah sebelumnya (kompas.com /2015/01/29).
Dan yang paling menyedihkan, wejangan dari ustadz
kami, ketika beliau bercerita “beberapa bulan yang lalu salah satu ulama syiah
kenamaan iran (tanpa menyebut nama) melakukan perjalanan safar untuk berdakwah.
Sampai beliau menginap di salah satu rumah seorang syiah juga dan ketika beliau
hendak makan malam, ulama syiah iran ini melihat anak dari pemilik rumah,
seorang anak perempuan yang baru berumur 5 tahun. Ulama iran ini pun langsung
meminta kepada orang tua anak tersebut agar di izinkan untuk melakukan nikah
mut’ah terhadap sang anak. Dan dalam cerita ustadz ini kedua orang tua anak ini
mengizinkan untuk di nikahi oleh ulama iran ini. Karena dalam ajaran syiah, di
bolehkan –naudzubillah- menikahi dan berhubungan dengan anak kecil walau hanya
maaf sebatas menggosokan kemaluan pada sang anak. Lanjut lagi, ustadz ini
bercerita tentang ajaran nikah mut’ah dalam syiah, bahwa banyak pelajar
Indonesia di iran yang bergilir dan di gilir nikah mut’ah di iran. Walaupun
sudah bersuami istrinya kadang menikah mut’ah juga dengan lelaki lain. Bahkan
bergonta-ganti setiap malam.
Jelas ini adalah fitnah yang sangat keji. Demikian hati
saya
berguman, karena sepanjang membaca
literatur syiah tidak ada ajaran menikahi anak kecil, bergonta-ganti pasangan,
dan menikahi seorang wanita yang telah bersuami. Untuk mempelajari hukum nikah
Mut’ah dan syarat-syaratnya silahkan merujuk pada buku karya Prof. Qurais
Shihab, penulis tafsir Al Misbah yang
berjudul perempuan. Di buku ini walaupun tidak di jelaskan secara terperinci
mengenai nikah mut’ah tetapi cukup bagi sekedar pengetahuan awal. Yang pasti
tidak ada ajaran keji sebagaimana yang di fitnahkan oleh ustadz kami tadi. Mungkin yang di
maksud oleh ustadz kami ini adalah kedatangan Ayatullah A’rafi, dimana beliau
di undang untuk menjadi pemateri pada seminar internasional yang bertajuk “islamisasi
sains”. Beliau juga sempat menggelar pertemuan dengan ulama Ahlus Sunnah di
Hotel kristal Jakarta. Dan sempat juga mengunjugi H Noer Muhammad Iskandar SQ, pendiri Pesantren
Ash-Shidiqiyah yang tengah dirawat di rumah sakit (liputanislam.com).
Terakhir ustadz kami menutup wejangan ‘hitam’ –nya dengan menjelaskan
ajaran taqiyah dalam syiah. Bahwa taqiyah disamakan dengan berdusta. Maka para
muslim syiah di bolehkan berdusta dan masuk sebagai salah satu ajaranya.
Tentunya, sekali lagi kata-kata ustadz kami ini adalah juga fitnah. Ia tidak
memiliki pemahaman sedikitpun terkait konsep taqiyah dalam Syiah.
Taqiyah menurut Allamah Thabataba’I dalam bukunya Islam
Shia adalah suatu kondisi dimana seseorang menyembunyikan agamanyanyaatau
amalan tertentu agamanya dalam situasi yang akan menimbulkan bahaya sebagai
akibat dari tindakan dari orang-orang yang menentang agamanya atau amalan
agamanya (Tim Ahlulbait Indonesia, 2014:188)
Thabatabha’I juga memberikan dalil nash yaitu surat Al
Nahl :106, yang artinya Barang siapa kafir setelah beriman, kecuali orang-orang
yang di paksa sedangkan hatinya tetap beriman; tetapi barang siapa yang tetap
teguh dalam kekafiranya murka Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang
pedih (QS. Al Nahl:106). Ayat ini, baik ulama sunni maupun syiah sepakat,
berkenaan dengan ketika orang kafir mekah memenjarakan beberapa orang muslim
dan menganiaya mereka. Memaksa untuk meninggalkan islam. Di antara kelompok
orang tersebut terdapat sahabat Rasulullah Ammar ibn yasir, ayahnya dan ibunya.
Ammar menghindari diri dari penyiksaan dan kematian dengan berpura-pura
menerima tuhan berhala. Kemudian setelah itu secara diam-diam ia keluar dari Makkah
dan ke madinah menemui Rasulullah SAW untuk mempertanyakan perbuatanya.
Kemudian Nabi SAW berkata bahwa kewajibanya apa yang telah ia lakukan.
Contoh mengenai taqiyah ini sesungguhnya cukup banyak.
Salah satu mengenai kisah tentang salah satu sayidattun nisa’ atau salah satu
wanita mulia yaitu aliyah istri fir’aun. Aliyah adalah seorang muslim dan
kemuslimannya tidak di ketahui oleh siapapun bahkan suaminya sendiri.
Tentu menjadi jelas bahwa sesungguhnya ucapan ustadz
kami adalah seluruhnya fitnah dan berpotensi besar menyulut kekacauan. Tetapi
apakah ustadz ini sengaja atau tidak yang pasti semuanya fitnah. Walalupun
ustadz kami ini kelihatan wara’ dan alim, dengan pakaian muslim kemana-mana,
dan juga berjenggot ternyata tak menghalangi untuk berkata fitnah. Sampai saya
perlahan melirik jenggot sang ustadz dan seolah helai demi helai bergelantung
fitnah. Saya pun tidak mengetahui secara pasti aliran apa ustadz kami. Tetapi
dalam beberapa ucapanya ia mengutip dan menyebut beberapa kali ulama Ibn Baz. Salah
satu ulama utamadan rujukan wahabi.
Besar kemungkinnya ustadz kami adalah seorang penganut Mazhab Wahabi, sebutan
untuk pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab kata Hamid Algar dalam bukunya
Wahhabisme,
“Wahhabisme menjadi paham resmi Arab Saudi yang kemudian
berkat dana minya, di sebarkan keseluruh dunia. Para pendukungnya menekankan
pentingnya tauhid,salah satu eksesnya adalah pemurnian islam dari apa yang
mereka sebut syirik.karena fanatisme tinggi para pendukungnya, pada titik
tertentu mereka menerapkan takfir (peng-kafi-ran) atas kaum muslim lain”, tulis
Ihsan Ali-Fauzi pada Tempo, 25/02/2010.
Hingga selesai
pengajian, saya pun selalu berpikir. Apakah saya hendak berhenti belajar
mengaji sama ustadz kami atau lanjut. Pilihan yang cukup sulit bagi saya yang
ingin belajar islam yang Rahmatan lil ‘alamin. Kesimpulan sementara saya adalah
akan tetap lanjut belajar mengaji pada ustadz kami ini namun dengan catatan
akan menutup telinga dengan fitnah-fitnah yang ada sembari mencari
ustadz-ustadz lain yang lebih toleran dan tanpa ajaran fitnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar