Benar kata pengamat yang menilai “perseteruan”
antara KPK dan POLRI juga bermanfaat yaitu di harapkan kedua pihak bisa
saling membuka ‘aib’ terkait berbagai kasus atau masalah yang selama ini
mengendap di ruang kerja dua institusi penegak hukum ini.
Benar pula bahwa kedua lembaga ini, KPK dan POLRI
juga merupakan lembaga yang di pimpin oleh manusia biasa bahkan tak
menutup kemungkinan di dalam dua lembaga ini bergentayangan setan-setan
korup yang muncul dengan berbagai penjelmaan.
Setelah penangkapan salah satu komisioner KPK,
Bambang Widhayanto, oleh pihak kepolisian mata public kembali tertuju
pada KPK. Beberapa elemen masyarakat, LSM, Artis dan lain-lain mulai
pasang badan untuk ‘melindungi’ KPK. Pembentukan opini besar-besaran
akan adanya setting untuk kriminalisasi KPK kembali di
gaungkan. Di media social berbagai slogan, tagar, hastag di buat untuk
seolah menyelamatkan KPK. Sekali lagi seolah KPK tak memiliki dosa.
Benarkah demikian ??? rasanya tidak fair kalau
hanya melihat KPK jago karena berani menetapkan calon Kapolri sebagai
tersangka kasus korupsi. Atau menjebloskan Anas, Atut, Jero wacik dan
pembesar-pembesar negeri lainya kedalam bui sebagai dalil kita dan
lantas membenarkan KPK selalu bekerja dengan kebenaran dan keadilan.
Tanpa kepentingan politik secuil pun.
Penetapan Budi Gunawan (BG) Calon tunggal Kapolri
dua hari yaitu tanggal 13/01/2015 sebelum paripurna DPR RI benar
memiliki keganjilan. Karena kasus ini telah berlangsung cukup lama yaitu
sejak tahun 2008 dan tahun 2010 di nyatakan bersih (www.tribunnews.com /2015/01/14)
namun tenggelam bak di telan gelombang dan muncul kembali setelah
Budi Gunawan hendak menjadi orang nomor satu di tubuh POLRI.
Tak syak lagi ada motif dari drama penetapan BG
sebagai tersangka. Oleh beberapa politisi menilai sebagai luapan
kekecewaan karena sang Nahkoda KPK tak terpilih sebagai pendamping
jokowi di pilpres kemarin. Ada pula yang menilai jika penetapan BG
sebagai tersangka merupakan manufer orang-orang di KPK untuk melakukan
pencitraan. Dan salah satu motif lainya yakni adanya persaingan para
jenderal di korps bhayangkara itu demikian di nyatakan Jenderal Polisi (Purn) Chaerudin Ismail (www.beritasatu.com/14/01/2015).
Boleh saja KPK beralibi tak ada motif apapun dalam
penetapan BG sebagai tersangka. Semata-mata ingin memberantas korupsi di
negeri ini tak pandang bulu. Tetapi jika alibi ini yang di pakai maka
sesungguhnya kebohonganlah yang tampak nyata. Karena selain kasus pak BG
ini, sebelumnya banyak pula kasus-kasus di KPK yang masih mengendap
bahkan lebih kuat dan jelas daripada kasus pak BG ini.
Tentu masih lekat di ingatan kita kasus suap dan
korupsi yang melibatkan Akil Mochtar mantan ketua MK. Dalam penelusuran
jaksa banyak aliran dana yang mengalir kekantong akil. Ada 14 kepala
daerah yang di endus pernah mengirimkan sejumlah uang dengan nilai
miliaran ke kantong akil sebagaimana di sebutkan dalam vonis akil pada
tanggal 16/06/14 di pengadilan tipikor jakarta.
Dan pada sidang putusan vonis Akil Mochtar pada tanggal 16/06/14 dalam surat putusan yang di bacakan oleh Suwidya
dan Gosen Butarbutar di pengadilan tipikor Jakarta disebutkanlah
beberapa kepala daerah yang terbukti pernah menyetor ke Akil, yaitu
sengketa Mulai dari Pilkada Gunung Mas, Pilkada Lebak, Pilkada Empat
Lawang, Pilkada Kota Palembang, Pilkada Lampung Selatan, Pilkada Kabupaten Buton,
Pilkada Pulau Murotai, Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Pilkada
Provinsi Jawa Timur, Pilkada Kabupaten Merauke, Pilkada Kabupaten Asmat,
Pilkada Kabupaten Boven Digoel, Pilkada Kota Jayapura, Pilkada
kabupaten Nduga, dan Pilkada Provinsi Banten (vivanews.com/20/8/14)
Dari beberapa kepala daerah yang terbukti
menyetor tersebut kini beberapa nama seperti TB Chaeri wardana, Atut,
susi, bupati tapanuli tengah telah pula di tetapkan sebagai tersangka
dan telah di vonis. Namun hingga hampir setahun berlalu, sejak bulan
Juli tahun lalu di bacakan putusan akil, beberapa nama lainya seperti
kepala daerah kabupaten Buton belum ada tanda-tanda di
tetapkan sebagai tersangka. Malah sang kepala daerah masih pula berani
menukar guling asset Bekas kantor Bupati Buton dengan MoU Bangun Guna
Serah (BGS) bersama PT. Andromeda Sakti yang di duga terindikasi
korupsi. Dan kasus ini pun telah di laporkan di KPK.
Jika benar motif gerak langkah KPK selama ini
adalah semata-mata murni untuk memberangus koruptor di Indonesia maka
seharusnya KPK lebih peka terhadap kelanjutan kasus ini. Karena seperti
di sebutkan di atas, kasus suap Akil yang di lakukan oleh Bupati Buton
telah memiliki bukti dan kekuatan hukum sebagaimana tertulis dalam
surat dakwaan untuk Mochtar. Bahwa Bupati Buton terbukti telah
memberikan uang kepada akil melalui CV Ratu samagat milik istri akil
sejumlah 1 Miliar rupiah (sindonews.com/7/6/14) yang nilainya sama
dengan jumlah yang di setorkan oleh wawan adik atut.
Dari sini dapat di nilai bahwa KPK selama ini
timbang pilih dalam menangani kasus, entah karena pencitraan lembaga,
atau factor politik lainya, yang jelasnya tidak murni sebagaimana yang
opini yang melekat di banyak kepala masyarakat Indonesia. Olehnya itu
tagar #SAVE KPK tidak bisa hanya di pandang menyelamatkan KPK dari
‘lawan’ atau ‘musuh’ luar institusi KPK saja. Akan tetapi #SAVE KPK
harus di perluas maknanya sebagai upaya menyelamatkan KPK dari musuh
luar dan dalam KPK sendiri. Dari orang-orang bermental korup yang ada
bergentayangan dalam tubuh KPK sendiri. Yang tidak menjadikan
pemberantasan korupsi hanya sebatas upaya pencitraan politik baik secara
kelembangan maupun individual. Tetapi murni mencabut korupsi dari
bangsa Indonesia hinggga ke akar-akarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar