Please Bantu Saya, Like This !!!

×

Powered By Blogger Widget and Get This Widget

Kamis, 05 Februari 2015

Salah Satu Dosa Besar KPK


Benar kata pengamat yang menilai “perseteruan” antara KPK dan POLRI juga bermanfaat yaitu di harapkan kedua pihak bisa saling membuka ‘aib’ terkait berbagai kasus atau masalah yang selama ini mengendap di ruang kerja dua institusi penegak hukum ini.

Benar pula bahwa kedua lembaga ini, KPK dan POLRI juga merupakan lembaga yang di pimpin oleh manusia biasa bahkan tak menutup kemungkinan di dalam dua lembaga ini bergentayangan setan-setan korup yang muncul dengan berbagai penjelmaan.

Setelah penangkapan salah satu komisioner KPK, Bambang Widhayanto, oleh pihak kepolisian mata public kembali tertuju pada KPK. Beberapa elemen masyarakat, LSM, Artis dan lain-lain mulai pasang badan untuk ‘melindungi’ KPK. Pembentukan opini besar-besaran akan adanya setting untuk kriminalisasi KPK kembali di gaungkan. Di media social berbagai slogan, tagar, hastag di buat untuk seolah menyelamatkan KPK. Sekali lagi seolah KPK tak memiliki dosa.

Benarkah demikian ??? rasanya tidak fair kalau hanya melihat KPK jago karena berani menetapkan calon Kapolri sebagai tersangka kasus korupsi. Atau menjebloskan Anas, Atut, Jero wacik dan pembesar-pembesar negeri lainya kedalam bui sebagai dalil kita dan lantas membenarkan KPK selalu bekerja dengan kebenaran dan keadilan. Tanpa kepentingan politik secuil pun.

Penetapan Budi Gunawan (BG) Calon  tunggal Kapolri dua hari yaitu tanggal 13/01/2015 sebelum paripurna DPR RI benar memiliki keganjilan. Karena kasus ini telah berlangsung cukup lama yaitu sejak tahun 2008 dan tahun 2010 di nyatakan bersih (www.tribunnews.com /2015/01/14)  namun tenggelam  bak di telan gelombang dan muncul kembali setelah Budi Gunawan hendak menjadi orang nomor satu di tubuh POLRI.

Tak syak lagi ada motif dari drama penetapan BG sebagai tersangka. Oleh beberapa politisi menilai sebagai luapan kekecewaan karena sang Nahkoda KPK tak terpilih sebagai pendamping jokowi di pilpres kemarin. Ada pula yang menilai jika penetapan BG sebagai tersangka merupakan manufer orang-orang di KPK untuk melakukan pencitraan. Dan salah satu motif lainya yakni adanya persaingan para jenderal di korps bhayangkara itu demikian di nyatakan Jenderal Polisi (Purn) Chaerudin Ismail (www.beritasatu.com/14/01/2015).

Boleh saja KPK beralibi tak ada motif apapun dalam penetapan BG sebagai tersangka. Semata-mata ingin memberantas korupsi di negeri ini tak pandang bulu. Tetapi jika alibi ini yang di pakai maka sesungguhnya kebohonganlah yang tampak nyata. Karena selain kasus pak BG ini, sebelumnya banyak pula kasus-kasus di KPK yang masih mengendap bahkan lebih kuat dan jelas daripada kasus pak BG ini.

Tentu masih lekat di ingatan kita kasus suap dan korupsi yang melibatkan Akil Mochtar mantan ketua MK. Dalam penelusuran jaksa banyak aliran dana yang mengalir kekantong akil. Ada 14 kepala daerah yang di endus pernah mengirimkan sejumlah uang dengan nilai miliaran ke kantong akil sebagaimana di sebutkan dalam vonis akil pada tanggal 16/06/14 di pengadilan tipikor jakarta.

Dan pada sidang putusan vonis Akil Mochtar pada tanggal 16/06/14  dalam surat putusan yang di bacakan oleh Suwidya dan Gosen Butarbutar di pengadilan tipikor Jakarta disebutkanlah beberapa kepala daerah yang terbukti pernah menyetor ke Akil, yaitu sengketa Mulai dari Pilkada Gunung Mas, Pilkada Lebak, Pilkada Empat Lawang, Pilkada Kota Palembang, Pilkada Lampung Selatan, Pilkada Kabupaten Buton, Pilkada Pulau Murotai, Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Pilkada Provinsi Jawa Timur, Pilkada Kabupaten Merauke, Pilkada Kabupaten Asmat, Pilkada Kabupaten Boven Digoel, Pilkada Kota Jayapura, Pilkada kabupaten Nduga, dan Pilkada Provinsi Banten (vivanews.com/20/8/14)

Dari beberapa kepala daerah yang terbukti menyetor tersebut kini  beberapa nama seperti TB Chaeri wardana, Atut, susi, bupati tapanuli tengah telah pula di tetapkan sebagai tersangka dan telah di vonis. Namun hingga hampir setahun berlalu, sejak bulan Juli tahun lalu di bacakan putusan akil, beberapa nama lainya seperti kepala daerah kabupaten Buton belum ada tanda-tanda di tetapkan sebagai tersangka. Malah sang kepala daerah  masih pula berani menukar guling asset Bekas kantor Bupati Buton dengan MoU Bangun Guna Serah (BGS) bersama PT. Andromeda Sakti yang di duga terindikasi korupsi. Dan kasus ini pun telah di laporkan di KPK.

Jika benar motif gerak langkah KPK selama ini adalah semata-mata murni untuk memberangus koruptor di Indonesia maka seharusnya KPK lebih peka terhadap kelanjutan kasus ini. Karena seperti di sebutkan di atas, kasus suap Akil yang di lakukan oleh Bupati Buton telah memiliki bukti dan kekuatan hukum sebagaimana tertulis dalam surat dakwaan untuk Mochtar. Bahwa Bupati Buton terbukti telah memberikan uang kepada akil melalui CV Ratu samagat milik istri akil sejumlah 1 Miliar rupiah (sindonews.com/7/6/14) yang nilainya sama dengan jumlah yang di setorkan oleh wawan adik atut.

Dari sini dapat di nilai bahwa KPK selama ini timbang pilih dalam menangani kasus, entah karena pencitraan lembaga, atau factor politik lainya, yang jelasnya tidak murni sebagaimana yang opini yang melekat di banyak kepala masyarakat Indonesia. Olehnya itu tagar #SAVE KPK tidak bisa hanya di pandang menyelamatkan KPK dari ‘lawan’ atau ‘musuh’ luar institusi KPK saja. Akan tetapi #SAVE KPK harus di perluas maknanya sebagai upaya menyelamatkan KPK dari musuh luar dan dalam KPK sendiri. Dari orang-orang bermental korup yang ada bergentayangan dalam tubuh KPK sendiri. Yang tidak menjadikan pemberantasan korupsi hanya sebatas upaya pencitraan politik baik secara kelembangan maupun individual. Tetapi murni mencabut korupsi dari bangsa Indonesia hinggga ke akar-akarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar