Menjawab pertanyaan yang menjadi
judul tulisan ini gampang-gampang susah. Dan membutuhkan sedikit argumen
filosofis atau dalil-dalil yang menjadi penguat baik secara empiris, rasional
maupun melalui rujukan kitab suci Al Quranul karim.
Dalam menjawab pertanyaan ini, para
filosof memiliki perbedaan pandangan, terutama filosof muslim seperti Mulla
sadra sebagai tokoh filosof muslim puncak menolak pandangan yang mengatakan
bahwa bayi yang baru lahir memiliki pengetahuan. Berbeda halnya dengan filosof
barat, baik filosof kuno yunani semacam Platon dan filosof barat modern
Emmanuel Kant.
Platon meyakini bahwa bayi yang
baru dillahirkan memiliki segenap epistemologi atau pengetahuan. Sebagaimana
teori epistemologi plato yang membagi alam menjadi dua, alam materi dan alam
idea. Alam materi adalah alam berbentuk dan terdiferensiasi, terbatas ruang dan
waktu. sedangkan alam idea adalah alam yang tidak berbentuk, substansi murni
dan tidak terpredikati oleh ruang atau waktu. menurut plato manusia sebelum
lahir ke alam materi sebelumnya telah ada terlebih dahulu dan eksis di alam
idea. Di alam ide inilah manusia memiliki pengetahuan yang sempurna, berupa
substansi murni, wujud-wujud akal yang tak berbilang dan terbatas. Namun
setelah lahir kedua dan masuk di alam materi pengetahuan sempurna oleh manusia
tersebut menjadi hilang atau terjadi penglupaan akibat pengaruh dari alam
materi yang memiliki sifat terbatas. Ibarat susu yang awalnya murni kemudian
dituangkan diatas tanah maka susu tersebut menjadi tercemari dan tidak murni
lagi demikian pula halnya pengetahuan manusia menurut plato. Karena terjadi
penglupaan pasca keluar dari alam idea dan masuk kealam materi maka jalan untuk
mendapatkan pengetahuan itu kembali adalah dengan melakukan pengingatan
kembali. Untuk mendukung kebenaran teori epistemologi Platon ini beberapa pihak
memberikan contoh persitiwa de javu.
Dari penjelasan singkat diatas
dapat di pahami bahwa menurut platon manusia pada saat dilahirkan atau sebelum
dilahirkan telah memiliki sejumlah pengetahuan. Bahkan diakui sebagai
pengetahuan yang sempurna. Olehnya itu plato dalam teori epistemologinya
mendukung proposisi bahwa bayi yang baru dilahirkan telah memiliki sejumlah
pengetahuan.
Demikian pula halnya dengan Emanuel
Kant (1724-1804). Kant dalam teori epistemologinya menjelaskan secara umum
bahwa manusia memiliki dua pengetahuan yaitu pengetahuan yang bersifat apriori
dan aposteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang sejak semula telah
ada dalam diri manusia, seperti dua belas kategori yang rumit dalam teori
epistemologi Kant. Dan untuk memperolehnya tidak membutuhkan usaha, seperti
pengindraan. Sedangkan pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang di peroleh
manusia setelah melakukan proses atau usaha yaitu melalui pengindraan. Sehingga
kant memiliki pandangan yang juga membenarkan akan adanya pengetahuan sebelum
atau awal manusia dilahirkan. Dimana manusia sejak lahir telah membawa
pengetahuan tertentu.
Di pihak lain para filosof muslim.
Seperti dijelaskan oleh Murtadha Muthahari dalam buku yang berjudul Al Fitrah yang diterbitkan dengan judul
yang sama oleh penerbit citra menjelaskan hal ini dengan mengutip sebuah ayat
suci Allah SWT
Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui suatu apapun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al Nahl : 78)
Dalam menjelaskan ayat ini
Muthahari mengatakan bahwa semua bayi yang dilahirkan berada dalam keadaan
bersih seperti lembaran kertas putih tanpa ada satu goresan apapun. Tetapi
disisi lain, menurut Muthahari, ada juga ayat Al Quran yang mengulang-ulang
kata al tadzakur (mengingat). Seperti
dalam ayat “maka berilah peringatan sesungguhnya kamu adalah orang yang memberi
peringatan (QS. Al Ghasyiyah : 21). Dalam ayat ini Nabi SAW adalah seorang mudzakir (orang yang memberi peringatan)
artinya ada sesuatu pengetahuan dalam diri manusia yang tinggal di ingat saja.
Untuk mengkompromikan dua ayat yang seakan mengandung kontradiksi ini
membutuhkan penjelasan yang sangat filosofis berupa argumen rasional. Disinilah
penting filsafat dalam memahami ajaran agama Islam tepatnya memahami Al Quran.
tetapi jangan di salah pahami bahwa tanpa filsafat akan sulit memahami dan
menjelaskan ayat-ayat Al Quran, tetapi yang menjadi maksud penulis adalah bahwa
filsafat juga bermanfaat bagi umat muslim yang ingin menambah pengetahuanya
terkait pembacaan (baca:penafsiran) terhadap Al Quran.
Para filosof muslim menjelaskan
bahwa manusia secara potensial atau secara fitrahwi memiliki kemampuan untuk
menolak pernyataan-pernyataan yang bersifat kontradiksi. Contohnya pernyataan
seperti, satu benda berada di dua tempat dalam waktu yang sama, atau sebahagian
lebih kecil daripada keseluruhan, atau A berbeda dengan B. Dalam
mengkonsepsikan dan membenarkan pernyataan di atas tentu seluruh manusia tidak
memerlukan proses usaha untuk berpikir apalagi mengindra. Maksudnya, prinsip
non kontradiksi yang digunakan untuk membedah pernyataan di atas di peroleh
tanpa pengindraan atau usaha berpikir lainya. Ia (prinsip non kontradiksi)
langsung mengaktual dengan sendirinya dalam diri manusia, tanpa berupa
usaha-usaha tertentu untuk memunculkanya setelah syaratnya terpenuhi atau
adanya realitas yang kontradiksi.
Prinsip non kontradiksi (di
simbolkan A=A) adalah merupakan salah satu prinsip-prinsip berpikir yang
bersifat bawaan. Prinsip tersebut asli, tidak berubah dan tidak bisa salah.
Sudah tertanam dalam fitrah manusia secara potensial. Namun untuk mengaktual
setelah adanya realitas yang tersaji yaitu dua hal yang berbeda. Untuk
mengaktual tidak memerlukan usaha-usaha tertentu tetapi akan terjadi dengan
sendirinya. Ibarat biji jagung, dalam biji jagung telah terdapat potensi untuk
menjadi sebuah tumbuhan jagung, tetapi akan mengaktual setelah adanya
rangsangan realitas eksternal berupa pupuk atau sejenisnya.
Kesimpulan disini adalah bahwa bayi
atau manusia yang baru lahir memiliki potensial secara fitrah prinsip-prinsip
berpikir itu. Dan akan mengaktual sesuai dengan perkembangan kemampuan
inderanya dalam memahami realitas eksternal yang majemuk. Dan untuk mengaktual
prinsip-prinsip berpikir ini tidak melalui usaha tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar